Keikhlasan Raga dan Suci

Foto dari google

Foto dari google

Cerita ini adalah cerita fiksi, progam cerita berantai yang bernama #3penguasa yang di tulis berantai juga oleh beberapa Blogger Bogor. Dan saya kebagian di grup 01 dengan Ibu Desi @Defidi dan @airyz. Pertama dapat mention, saya lupa kalau jadwalnya sekarang. Dan deadline hari ini 23 April 2012. Panik dan panik. Dengan paksaan dan mencari ide tanpa membaca cerita berantai dari penulis lain. Akhirnya jadilah fiksi yang ala kadarnya ini. Demi dateline dan tanggung jawab. Maaf kalau berantakan, ini pertama kalinya saya bikin fiksi dengan kecepatan kilat. Dan selama menulis fiksi ini saya deg-degan.

Keikhlasan Raga dan Suci

Pagi ini pukul 5, seperti biasa Raga sudah bangun dan akan menjalani perkerjaannya. Menjadi seorang pengamen, dan juga seorang pemulung di satu kota kecil di Jawa Timur. Sehari-hari pendapatannya hanya untuk memenuhi kebutuhan dia dan kekasihnya Suci, yang sedang hamil 5 bulan. Tanpa menikah.

Dengan tergesa-gesa berlari ke warung membelikan sarapan untuk Suci yang tinggal di sebuah kamar kontrakan, dalam ruangan yang hanya muat untuk satu tempat tidur dan sepeda milik Raga. Lemari plastik yang sudah banyak tempelan stiker-stiker di letakkan di samping kasur tipis milik Suci yang tadinya milik Raga. Dalam lemari itu sudah ada beberapa pakaian bayi, pakaian dia dan pakaian Suci.

Raga memandangi tempat itu dan tersenyum melihat Suci masih tertidur dengan perutnya yang mulai membesar. Ia meletakkan sarapan pagi di atas lemari dengan air putih dalam plastik, lalu meninggalkannya, menutup pintu dan berjalan menggandeng sepeda yang akan di titipkan di sebuah warung untuk di sewakan. Dia kembali berjalan, di pundaknya tertenteng karung, mulai matanya mencari-cari barang-barang bekas yang bisa di ambil. Jadwalnya mengumpulkan barang-barang bekas untuk di setorkan ke pembeli sampai jam 9 pagi. Selanjut berjalan lagi dan mencari kendaraan di lampu merah. Gitar Ukulele yang selalu di bawanya dia tenteng layaknya pengamen jalanan, selama memulung di masukkan ke karung.

Raga terdiam melihat kerumuman orang-orang yang menghadang mobil di depannya. Mobil-mobil itu tidak mewah tapi berkelas, dengan body yang masih mengkilat. Lalu keluarlah pria-pria berdasi dan para bodyguard yang gayanya sangat tengil, sok berkuasa. Raga memandang dari jauh, memperhatikan dan berfikir.

Mudah-mudahan mereka mau memanggilku pikirnya. Raga berencana untuk mencoba menjadi para pendukung politisi bayaran, atau pengunjuk rasa di jalanan. Lumayan pikirnya, karena pendapatannya sebagai pemulung apalagi pengamen tidak cukup untuk biaya Suci, bayi yang di kandungnya dan dirinya sendiri. Dia mulai memikirkan cara, bagaimana mendapatkan uang yang bisa menambah keperluannya kelak jika bayi sudah lahir.

Masih terdiam, Raga mengingat kejadian 4 bulan lalu, di tempat sama dengan dirinya berdiri sekarang. Ia masih melihat kerumuman orang-orang yang berebutan menyentuh mobil-mobil mewah itu.

Hari sudah hampir magrib, Raga mengayuh sepedanya perlahan, setelah seharian turun dan naik dari satu angkutan ke angkutan lain. Debu-debu bertebaran dan menempel disekitarnya. Seketika dia menghentikan kayu sepedanya. Di tengah gang, jalan yang selalu dia lewati berdiri seorang perempuan dengan tas tangan. Menunduk dan seperti sedang memegang handphone. Raga mengayuh lagi melewatinya saja walau sempat terpesona juga, karena jarang sekali ada perempuan cantik, bersih dan memang cantik berdiri di gang itu, ada sekali saat anak ibu kontrakan yang kuliah di luar kota menagih uang kontrakannya. Tapi itu juga tidak di bilang cantik, karena anak ibu itu sama galaknya dengan ibunya.

“Mas..mas, numpang tanya dong.. mas kenal dengan yang namanya Raga? Ini alamatnya. Saya bingung nyari alamatnya. Di sini sempit sekali.” Tiba-tiba perempuan cantik itu menghentikannya dengan wajah sedikit bingung dan lelah. Raga menoleh dan menatap bingung. Itu namanya?

“Ada perlu apa mba?” Tanyanya dengan masih mengerutkan dahi.

“Hmm..saya nggak bisa cerita, tapi saya perlu ketemu Raga yang di alamat ini mas, boleh saya minta tolong, anterin saya ke sana. Saya perlu banget mas.” Raga berfikir sejenak lalu turun dari sepedanya.

“Ikut saya mba…”

“Oh iya mas.. saya Suci”

Perempuan itu adalah Suci, yang sekarang tinggal bersamanya. Raga tidak menyebutkan namanya, hanya tersenyum dan berjalan di ikuti oleh Suci di belakangnya. Sepanjang jalan mereka hanya diam. Sampai di kamar kontrakannya, Raga memperkenalkan diri.
“Saya Raga mba.. ini tempat tinggal saya” Raga mengulurkan tangan dan tersenyum. Di sambut dengan kikuk dan pandangan heran oleh Suci.

“Ehh.. tapi, kamu kakaknya Rio kan? Raga?” Raga mengangguk dan mempersilahkan Suci duduk, dia keluar sebentar untuk membeli Teh Botol di warung yang letaknya tidak jauh dari situ.

“Saya hamil, mas. Dan saya putus asa mau kemana lagi mencari Rio” Raga tersentak dan bingung mendengar pengakuan Suci, perempuan yang sedang mengaku hamil itu. Namun Raga menahan geram di hati. Rio lagi, Rio lagi.

Dia hidup sendiri dan memilih tidak memiliki apa-apa setelah berdebat hebat dengan orang tuanya, atas kelakuan Rio. Rio adiknya itu memang berandalan, menikahi gadis dan membelikan berbagai macam harta untuk gadis itu.

“Lalu..kemana harta yang sudah anda kuras dari keluarga kami dengan Rio?” Raga menahan amarah bertanya seperti itu kepada Suci. Dia yakin gadis ini adalah istri Rio yang dinikahinya setahun lalu, lalu hamil dan di tinggalkan Rio, seharusnya perempuan ini tidak perlu pusing-pusing mencari Rio jika sudah banyak harta yang dia ambil dari keluarga Raga.

“Saya nggak tau kalau Rio itu udah menikah mas..dan Rio itu menikah dengan tante saya..hiks”

Dan, seperti inilah keadaannya. Perempuan bernama Suci itu tinggal bersama Raga. Sementara Ia mencari keberadaan Rio, dan Suci tidak berani pulang karena sudah di usir oleh keluarganya. Di anggap anak yang tidak tau adab, menghancurkan rumah tangga tantenya sendiri. Dari pengakuan Suci, dia di jebak dengan minuman keras sehingga hamil oleh Rio.

Raga tersentak, ketika sadar dari lamunannya. Ada seseorang yang menepuk punggungnya.

Bersambung

#

Cerita selanjutnya, akan di lanjutkan oleh Ibu Desi di blognya. Ibu Desi, maaf kalau ceritanya jelek :(. Saya nggak punya banyak waktu buat nulis dan menulis cerita yang hebat. Semoga bisa di pahami ya jalan ceritanya. đŸ™‚

Di tunggu kritikannya.

Leave a comment